ANALISA PERBANDINGAN
UNDANG-UNDANG NO 22 TAHUN 1997 DENGAN
UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DILIHAT DARI SEGI PILIHAN KATA
DAN KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA
M. Imam Wahzudi
( 12300130)
Fakultas Hukum
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
e-mail : mimamwahyudi27@gmail.com
ABSTRAK
Bahasa
Indonesia merupakan bahasa persatuan dan merupakan bahasa yang mempersatukan
bangsa indonesia menjadi negara yang kuat dalam hal persatuan dan kesatuan,
sehingga diperlukanya bahasa yang baik dan benar guna menjaga keutuhan NKRI
guna meyelengarakan pemerintahan khususya dalam hal legalitas harus mengunakan
bahasa yang mudah difahami dan dimengerti oleh penegak hukum ataupun setiap masyarakat indonesia, jika dikaitkan
dengan penggunakan kata dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan harus mengunakan kata kata baku yang jelas,
singkat, dan lugas. Jika dalam Kalimat merupakan suatu bahasa yang sangat
penting dalam penyampaian ide atau gagasan dan merupakan sarana penyampaian
tujuan yang lengkap dan utuh, jika dikaitkan dalam pembuatan peraturan
perundang- undangan merupakan unsur yang penting dalam pemilihan kalimat dalam
setiap isi peraturan perundang-undangan khususya dalam setiap pasal-pasal yang
terdapat dalam undang-undang.
Kata Kunci : persatuan, legalitas, penegak hukum,
perudang-undangan
PENDAHULUAN
Bahasa
Indonesia merupakan bahasa persatuan dan merupakan bahasa yang menduduki tempat
terkemuka. Apa yang mendasarinya, yang pertama, sebagai terdapat dalam ikrar
sumpah pemuda kedua, dalam UUD 1945 ada pasal yang khusus bahwa “bahasa negara
adalah bahasa Indonesia.” Bagi bangsa
indonesia bahasa indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa
negara. Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang
kebanggaan nasional, lambang identitas nasianal, alat yang memugkinkan
penyatuan berbagai suku bangsa dan latar belakang sosial, budaya, dan bahasa
kedalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
Dalam
pelaksanaan sudahkah kenyataanya bahwa bahasa indonesia sudah ditempatkan yang
pertama untuk setiap kegiatan penyelengaraan pemerintahan khususya dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan
dan juga dalam penggunaan kata, kalimat tampakya banyak yang belum
sesuai dengan ilmu bahasa indonesia yang
baik dan benar sehingga diharapkan peraturan yang dibentuk oleh pemerintah dan
lembaga legislatif bisa di pahami dengan mudah dan tidak multitafsir ketika
masyarakat indonesia membaca peraturan perundang-undangan yang di buat oleh
pemerintah bersama dengan lembaga legislatif.
Dalam
sistematika pembentukan peraturan
perundang-undangan di indonesia
sebenarya sudah di atur dalam Undang-undang nomer 12 tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan.
Tetapi belum ada peraturan khusus dalam penggunaan kata dan kalimat
untuk pembuatan peraturan perundang-undangan. Sehingga diperlukan keahlian
khusus dalam penyususan kata,kalimat,ejan yang baik dan benar dalam perumusan
pasal per pasal karena dalam Undang-undang nomer 12 tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan disebutkan bahwa dalam membentuk
peraturan perundang-undangan khususya isi dalam pasal harus harus disusun secara singat,jelas dan lugas
dalam Undang-undang nomer 12 tahun 2011 Lamiran II nomer 77.
Perbandingan
undang-undang tentang Narkotika antara yang lama no 22 tahun 1997 dengan yang
terbaru no 35 tahun 2009 selalu memiliki perbedaan jika dilihat dari segi aspek
kebahasaan. Jika di bandingkan undang-undang yang lama, undang-undang terbaru
memiliki ejaan, kata, dan bahasa yang di cantumkan lebih jelas dipahami hal ini
disebabkan karena undang-undang yang lama telah mengalami pengkajian ulang
sehingga menjadi undang-undang terbaru.
Dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan khususya dalam penggunaan kata dan
kalimat dalam setiap peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah
bersama dengan DPR harus benar- benar diperhatikan karena jika dalam penyusunan
kata dan kalimat dalam undang-undang mengakibatkan peraturan tersebut
multitafsir dan bahkan tidak bisa difahami maka sangat berbahaya bagi penegak
hukum lebih khususya masyarakat yang akan mendapatkan kerugian dari ketidak
jelasan dalam peraturan perundang-undangan, oleh sebab itu perluya ahli bahasa
indonesia harus dilibatkan dalam penysunan peraturan perundang-undangan sehinga
yang menjadi tujuan peraturan perundang-undngan
yang dibentuk bisa mudah difahami dan diterapkan dalam masyarakat.
PEMBAHASAN
Bahasa
Indonesia hukum yang berfungsi sebagai alat atau sarana untuk menyampaikan
informasi. Oleh karena bahasa Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari bahasa Indonesia. Kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia hukum
juga berlaku dalam bahasa Indonesia hukum, hanya saja antara bahasa hukum dan
bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri yang tegas yang berfungsi sebagai pembeda
yaitu yang mencakup dengan konsep bahasa itu sendiri. Sedangkan Bahasa hukum
adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban
dan keadilan untuk mempertahankan kepentingan pribadi dalam masyarakat. Bahasa
hukum sebagian bagian dari bahasa Indonesia modern maka penggunaannya harus
tetap.
Di
dalam bahasa indonesia terdapat aspek kebahasaan, aspek kebahasaan ini
meliputi:
Ejaan yang dalam pengertiannya yaitu Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb) dengan kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai
makna. Ejaan biasanya memiliki tiga aspek yaitu
- aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad
- aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis
- aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.
Kata atau ayat
adalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung
arti dan terdiri dari satu atau lebih morfem. Umumnya kata
terdiri dari satu akar kata tanpa atau dengan beberapa afiks. Gabungan
kata-kata dapat membentuk frasa, klausa, atau kalimat.
Kalimat adalah satuan
bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan
menyatakan makna yang lengkap. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang
mengungkapkan pikiran yang utuh, baik dengan cara lisan maupun tulisan. Dalam
wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dan keras lembut,
disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Sedangkan dalam wujud tulisan
berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda
titik (.), tanda tanya (?) dan tanda seru (!). Sekurang-kurangnya kalimat dalam
ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki sebuah subjek (S) dan
sebuah predikat (P). Kalau tidak memiliki kedua unsur tersebut, pernyataan itu
bukanlah kalimat melainkan hanya sebuah frasa. Itulah yang membedakan frasa
dengan kalimat.
Makna adalah hubungan
antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari
stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun
hasil belajar yang dimiliki. Dari pengertian tersebut sesuai perbandingan dari
Undang-undang no 22 tahun 1997 dengan undang-undang no 35 tahun 2009 dapat
digolongkan menurut aspek kebahasaan sebagai berikut
Pilihan kata yang tepat dalam analisa
Undang-undang no 22 tahun 1997 dengan undang-undang no 35 tahun 2009
Pasal
|
Kategori
|
UU no 22
tahun 1997
|
UU no 35
tahun 2009 yang harus diperbaiki
|
78
86(2)
|
Ejaan
Ejaan
|
Ijin
/
|
Izin
atau
|
77(2)
78(1)
78(1)
78(2)
81
82(1)
82(1)
82(1)
82(1)
86(1)
86(2)
86(2)
86(2)
86(2)
111(1)
111(1)
111(1)
111(1)
111(1)
111(1)
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
|
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
|
yg
lakukan
sadap
minta
lahgun
edar
PPNS
UU
KUHAP
TP
peroleh
info
ranc
org
pahami
tanam
pelihara
miliki
simpan
kuasai
sediakan
prod
ekspor
impor
salurkan
tawarkan
jual
beli
terima
jadi
tukar
serahkan
bawa
kirim
angkut
transito
|
yang
melakukan
penyadapan
meminta
Penyalahgunaan
Peredaran
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Undang-undang
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
Tindak Pidana
memperoleh
informasi
rancangan
orang
memahami
menanam
memelihara
memiliki
menyimpan
menguasai
menyediakan
memproduksi
mengekspor
mengimpor
menyalurkan
menawarkan
menjual
membeli
menerima
menjadi
menukar
menyerahkan
membawa
mengirim
mengangkut
mentrasito
|
153b
|
kalimat
|
UU No. 5/1997 ttg
|
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1997 tentang
|
77(1)
129
|
makna
makna
|
Max
min
|
Paling lama
Paling singkat
|
Pilihan kalimat yang tepat dalam analisa
Undang-undang no 22 tahun 1997 dengan undang-undang no 35 tahun 2009
Undang-undang
No.22 tahun 1997 tentang Narkotika
|
Undang-undang
No.35 tahun 2009 tentang Narkotika
|
PASAL 77 Ayat (1) :” Penyadapan dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yg cukup dan dilakukan max 3 bulan ” Ayat (2) : ” Penyadapan hanya dilaksanakan atas ijin tertulis dari Ketua Pengadilan” Ayat (3) : ” Penyadapan dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu yg sama ” |
Pasal 77
(1)
Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf idilaksanakan
setelah terdapat bukti permulaan yang
cukup dan dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung
sejak surat penyadapan diterima penyidik.
(2)
Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan.
(3)
Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk
jangka waktu yang sama.
|
PASAL 78 : Ayat (1) :” Dalam keadaan mendesak dan Penyidik harus lakukan sadap, sadap dapat dilakukan tanpa ijin tertulis dari Ketua PN ” Ayat (2) :” Dalam waktu max 24 jam Penyidik wajib minta ijin tertulis kepada Ketua PN mengenai sadap ” |
Pasal 78
(1) Dalam keadaan mendesak dan Penyidik harus melakukan
penyadapan,
penyadapan dapat dilakukan tanpa izin tertulis dari ketua pengadilan negeri lebih dahulu.
(2) Dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam Penyidik wajib
meminta izin tertulis kepada ketua pengadilan
negeri mengenai penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
PASAL 81 :
“Penyidik
Polri dan Penyidik BNN
berwenang melakukan penyidikan terhadap lahgun
dan edar gelap Narkotika dan
Prekursor narkotika ”
|
Pasal 81
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik
BNN
berwenang melakukan penyidikan
terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor
Narkotika berdasarkan Undang-Undang ini.
|
PASAL 82 (1) :
” PPNS tertentu
sebagaimana dimaksud dalam UU
tentang KUHAP berwenang melakukan
penyidikan tehadap TP lahgun narkotika dan prekursor
narkotika ”
|
Pasal 82
(1) Penyidik
pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana
berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak
pidana penyalahgunaan
Narkotika dan Prekursor
Narkotika.
|
PASAL 86 :
Ayat (1)
:” Penyidik dapat peroleh alat
bukti selain sebagamana dimaksud dalam UU
tentang HAP”
Ayat (2)
:” Alat bukti sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa:
1.
tulisan, suara dan atau gambar
2.
peta, ranc, foto atau sejenisnya
3.
huruf, tanda, angka, simbol, sandi atau perforasi yg miliki makna dpt
dipahami oleh org yg mampu membaca
/ pahami
|
Pasal 86
(1) Penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimana
dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana.
(2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa:
a. informasi
yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan
secara elektronik dengan alat optik atau
yang
serupa dengan
itu; dan
b. data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,
dan/atau
didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik
yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupun
yang terekam secara
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1. tulisan, suara, dan/atau gambar;
2. peta, rancangan,
foto atau sejenisnya; atau
3. huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau
perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang
yang mampu membaca atau
memahaminya.
|
PASAL 111
Ayat (1):” Setiap org yg tanpa hak atau melawan hukum tanam, pelihara, miliki, simpan, kuasai atau sediakan narkotika
Gol I dlm btk tanaman dipidana dengan pidana penjara min 4 tahun dan max 12 tahun dan denda min Rp.800 juta max Rp. 8 M ”
|
Pasal 111
(1) Setiap orang
yang tanpa hak atau melawan hukum
menanam,memelihara,memiliki,menyimpan,
menguasai,atau menyediakan Narkotika
Golongan I dalam bentuk tanaman,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp8.000.000.000,00
(delapan
miliar rupiah).
|
PASAL 129
:
Dipidana penjara min 4 th dan max 20 th dan denda max Rp 5 M setiap org yg tanpa hak atau melawan hkm :
|
Pasal
129
Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat
4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) setiap orang
yang tanpa hak
atau melawan hukum:
a.memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau
menyalurkan
Prekursor
Narkotika untuk pembuatan
Narkotika;
c.menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar,
atau menyerahkan Prekursor
Narkotika untuk pembuatan
Narkotika;
d.membawa, mengirim, mengangkut, atau
mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.
|
PASAL 148 :
” Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur
dalam UU ini tidak dibayar oleh
pelaku, pelaku dijatuhi pidana penjara max
2 tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar “
|
Pasal 148
Apabila
putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana
Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika, pelaku dijatuhi pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun
sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar.
|
PASAL 153 huruf b : ” Dengan berlakunya Undang-undang ini Lampiran mengenai Psikotropika Gol I dan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran UU No. 5/1997 ttg Psikotropika yg tlh dipindahkan menjadi Narkotika Gol I menurut Undang-undang ini” |
Pasal 153
Dengan
berlakunya Undang-Undang ini:
b.Lampiran
mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang
telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
PENUTUP
Kesimpulan
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan dan
merupakan bahasa yang mempersatukan bangsa indonesia menjadi negara yang kuat
dalam hal persatuan dan kesatuan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dilandasi oleh Idiologi Pancasila dan UUD 1945 serta
peraturan-peraturan yang lain yang melindungi dan menjamin hak-hak warga
negaara indonesia untuk mendapatkan keamanan, kesejahteraan dan keadilan guna
terwujudya cita-cita bangsa indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-
undang Dasar 1945 alenia ke empat.
Kegunaan bahasa indonesia begitu penting dalam berbagai aspek khususya dalam perumusan pembuatan peraturan
perundang-undang yang berisi pasal-pasal, penggunaan kata dan kalimat merupakan
bagian penting yang harus sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa indonesia yang baik dan benar.
penggunakan
kata dalam pembuatan peraturan perundang-undangan harus mengunakan kata yang
jelas, singkat, lugas dan kata yang baku. Jika dalam Kalimat merupakan suatu
bahasa yang sangat penting dalam penyampaian ide atau gagasan dan merupakan
sarana penyampaian tujuan yang lengkap dan utuh, jika dikaitkan dalam pembuatan
peraturan perundang- undangan merupakan unsur yang penting dalam pemilihan
kalimat dalam setiap isi peraturan perundang-undangan khususya dalam setiap
pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang sehingga apa yang menjadi tujuan
dibentukya peraturan perundang-undangan bisa difahami dan dimengerti selanjutya
dapat dilaksanakan apa yang menjadi perintah dan larangan, tugas dan wewenag
yang tertang dalam pasal atau ayat dalam peraturan perundang-undangan.
Rekomendasi
Agar tidak terjadi salah tafsir dalam
peraturan perundang-undangan pemerintah bersama DPR RI ketika membentuk
peraturan perundang-undngan atau peraturan lainya, seperti UUD 1945, TAP MPR, UU/PERPU,
PP, PERPRES, PERDA Provinsi, kab/kota harus melibatkan akademisi yang merupakan
ahli dalam bidang bahasa indonesia. Jika isi dalam peraturan perundang-undangan
masyarakat dapat memahami dan mengerti
dengan jelas,singkat dan lugas diharapkan masyarakat dapat berperan
akrif dalam melaksanakan atau menjaga isi dari perturan yang sudah dibntuk oleh
pemerintah. Sehingga yang menjadi tujuan dibentukya peraturan
perundang-undangan bisa diwujudkan dalam implementasi kehidupan di masyarakat
dikarenakan masyarakat bisa memahami dan mengerti bahasa hukum dalam peraturan
perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Ahmadi, Anas,
dkk 2011 Menulis ilmiah: Buku Ajar MPK Bahasa Indonesia. Surabaya: Unesa
University Press.
Peraturan perundang-undangan :
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang
Undang-undang no 22 tahun 1997 dengan undang-undang no 35 tahun 2009
Undang-Undang
Nomer 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
0 comments:
Post a Comment