BLOG HUKUM

Sedang Online

Sunday 19 March 2017

MULAILAH BISNIS DARI MUDA

Gambaran usaha Bisnis saya sebagi berikut :
Peluang usaha Murah, Aman, dan Bermanfaat yaitu Buka Loket Pembayaran
(Pln, Pdam, Wom, Tiket KAI dll)

Nama  saya adalah  M. Imam Wahyudi Umur 24 tahun Baru lulus kuliah tahun 2016 bulan April. Saya berasal dari Dsun Maijo Desa Kdogsoko Kec.mantup lamongan. mengeluti bisnis online sudah sekitar 3 tahun pada saat kuliah semester 3, sambil kluliah Mengembagkan usaha Sendiri,  lebih Tepatya September Tahun 2013, dan Alhmdulillah tidak menggangu Kuliah saya, saya tetap bias Lulus Dengan Cum Laude yaitu 3,5 tahun dengan IPK, 3,6,  dan  Pertama kali saya membuka Loket pembayaran di dusun saya, Loket pembayaran PLN, FIF Adira dll di kampong saya. Awal mula adalah Bertujuan Untuk memudahkan masyarakat Untuk melakukan pembayaran PLN. Peluang bisnis ini saya pelajari dari intrnet dan juga saya melihat secara lagsung ketika kuliah di Surabaya, saya melihat banyakya Rumah, Toko juga, Apotik juga membuka Usaha yaitu Loket pembayaran PLN , PDAM, FIF dll.
Di mulai dari situlah saya Melihat peluang bisnis dan memiliki Ide untuk mengembangkan usaha, Bermitra dengan Perusahan untuk mengmbangkan loket tidak haya di wilayah saya tetapi biasa mengmbangkan loket se-Indonesia Khusuya generasi muda indonesai berani untuk memulai usaha.
Pertama saya malakukan promosi secara manual membuat brosur tetapi sangat sulit masyarakat untuk mau bekerjasama untuk membuka Loket pembayaran online pdahal bisnis ini sang bagus dan tingkat resikoya sangat sedikit dan memiliki Prospek jangka panjang. Kalu saya lihat memng masyrakat masih awam akan intrnet shingga tidak mudah untuk memahamiya. Padahal bisnis adalah take action atau lagsung praktek itu pasti lebih mudah.  bisnis  pembayaran online biasaya di sebut juga usaha PPOB (payment Poin Online Bank), Jika ingin membuka usaha memang harus memiliki Jaringan Intrnet, Laptop/PC dan printer, Itu perlengkapan Pokok untuk membuka usaha, Pada saat itu  saya memiliki ide membuat website untuk mengajak kerjasama dengan masyarakat, dan harapan saya dari awal memang memiliki loket pembayaran bias berkembang  se Indonesia dan mebuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari usaha pembukan Loket pembayaran tersbut. sebenr ya kuliah saya bukan di bidang IT  tetapi saya tetap Meyakinkan diri saya jika saya bias untuk masuk di bisnis ini yaitu bisnis PPOB.

Ide saya pertama kali untuk mengmbangkan Bisnis ini adalah membuat website, belajar dari internet, Buku, Teman dll sehingga jadilah website saya www.pusatppobbukopin.com, sebagai website saya dalam mengembangkan usaha Pembayaran, dan sekarang Alhmdulillah saya sudah biasa mengembangkan Loket pembayaran dari sabang hingga merauke.dari usaha saya ini saya mengmbangkan usaha saya yang lain seperti membuat website pulsa di www.javacellcenter.com agen saldo pulsa se Indonesia, dan juga saya mengembangkan usaha yang lain Jual HP dengan sistem Kredit, dan saya juga membuka WIFI di kampung saya. Seghingga masyarakat di dusun saya Khusus ya generasi muda tidak lagi ketinggalan Informasi dan teknologi dan dapat memenfaatkan  Intrnet guna mendapatkan Ilmu maupun Informasi baik dalam hal Pendidikan, Peluang bisnis ataupun Hal yang positif. Dan sekarang semua usaha saya berjalan lancar dansaya berharap selalu  terus berkmbang dan semua ini tidak terlepas dari doa kedua orang tua saya khusus ya ibu saya tercinta, Saya ucapkan Terimaksih.

By Imam Wahyudi
085755183028

Monday 5 October 2015

Pengertian perjanjian kredit - Perjanjian Pendahuluan

Pengertian perjanjian kredit Sebagai Perjanjian Pendahuluan 

Pengertian perjanjian kredit yang dimaksud disini merupakan perjanjian kredit yang berlaku dalam dunia perbankan yaitu antara nasabah (debitur) disatu pihak dan bank (kreditur) dipihak lain. Dari berbagai jenis perjanjian yang diatur dalam bab V sampai dengan bab XVIII buku III KUH Perdata tidak terdapat ketentuanketentuan tentang Perjanjian Kredit. Bahkan dalam undang-undang perbankan tahun 1998 sendiri tidak mengenal istilah Perjanjian Kredit Bank.

Menurut Muhamad Djumhana, bahwa perjanjian kredit pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang diatur di dalam KUHPerdata Pasal 1754.12 Pasal 1754 KUHPerdata menyebutkan bahwa:
“Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memebrikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak-pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Berbeda halnya dengan Mariam Darus Badrulzaman yang berpendapat bahwa perjanjian kredit bank adalah “Perjanjian Pendahuluan” dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman menganei hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsesuil abligatair, yang dikuasai oleh Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 dan bagian umum KUHPerdata13:
“Penyerahan uangnya” sendiri adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uang dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit pada kedua belah pihak. Dengan demikian jelaslah kiranya untuk emngetahui sifat perjanjian kredit bank tidak cukup hanya melihat KUHPerdata dan Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 saja, tetapi juga harus emperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku atau dipakai dalam praktek perbankan.

Sedangkan bentuk perjanjian kredit, pengaturannya dapat ditemukan dalam penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 yang berbunyi: “Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis”.

Di Poskan Oleh : http://pustakabakul.blogspot.co.id/2013/07/pengertian-perjanjian-kredit.html

MAKALAH PERJANJIAN KREDIT

Di Postkan Oleh :

1. Pengertian Perjanjian Kredit
Berdasarkan Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) terdapat istilah perjanjian pinjam-meminjam, yang dinyatakan sebagai berikut:
Pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian,dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
Perjanjian Kredit adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antar keduanya[1]. Oleh karena itu, pengertian perjanjian kredit tidak terbatas pada apa yang telah dijelaskan diatas akan tetapi lebih luas lagi penafsirannya. Perjanjian kredit dapat juga disebut perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipiil, maka perjanjian jaminannya adalah assesoirnya.
Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitor[2].
Sehingga dapat dikatakan juga perjanjian kredit merupakan perjanjian baku, dengan di sana sini diadakan penyesuaian seperlunya.
Biasanya pihak bank telah mempunyai draft tersendiri, dimana para pihak dapat mengisi data pribadi dan data tentang pinjaman yang diambil, sedangkan jangka waktu dan bentuknya sudah dicetak secara baku. Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka debitur berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut.
Apabila debitur menolak, maka debitur tidak perlu untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut. Selanjutnya untuk dapat terjadinya suatu perjanjian, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi salah satunya adalah sepakat, sehingga dengan ditandatanganinya perjanjian kredit tersebut berarti berlakulah perjanjian kredit antara kreditur dan debitur.
2. Isi Perjanjian Kredit
Pada praktek isi perjanjian kredit berbeda-beda antara satu bank dengan bank lainnya, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Perjanjian kredit tersebut dapat mengacu pada ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dapat pula berdasarkan atas kesepakatan bersama, akan tetapi untuk aturan-aturan yang memaksa harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata.
Hal-hal yang dicantumkan dalam perjanjian kredit meliputi definisi serta istilah-istilah yang akan digunakan dalam perjanjian. Jumlah dan batas waktu pinjaman, pembayaran kembali pinjaman (repayment), hak si peminjam dan dendanya apabipa debitur lalai membayar bungan, terakhir dicantumkan berbagai klausula seperti hukum yangberlaku untuk perjanjian tersebut[3].
3. Subyek-subyek dalam perjanjian kredit

a. Pemberi Kredit (kreditur)

Berdasarkan Pasal 1 butir 12 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
berdasarkan Undang-undang tersebut diatas, maka yang dimaksud kreditur adalah Bank. Selanjutnya jenis bank menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 adalah bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank umum menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, dapat untuk mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.
Bank Perkreditan rakyat, yaitu bank yang dapat menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu pemberian kredit pada hakekatnya melaksanakan secara langsung tugas-tugas pemerintah yang berkaitan dengan pengembangan sektor ekonomi, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat menurut pola yamg ditetapkan oleh pemerintah.

b. Penerima Kredit (Debitur)

Rumusan mengenai penerima kredit diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, akan tetapi menurut Pasal 8 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, “dalam pemberian kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”. Keyakinan bank tersebut menurut penjelasan Pasal 8 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 berdasarkan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan prospek usaha debitur.
Berkenaan dengan hal tersebut pengaturan tentang debitur tidak diatur secara tegas siapa saja yang dapat menjadi debitur, akan tetapi hanya disebutkan bahwa debitur adalah orang yang mendapat fasilitas dari pihak kreditur (bank) berupa kredit dengan kewajiban mengembalikan pada waktu yang telah disepakati. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa debitur adalah perseorangan atau badan usaha yang mendapatkan kredit dan wajib mengembalikan setelah jangka waktu yang telah ditentukan.
4. Jaminan pada Perjanjian Kredit
Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko dalam pelaksanaannya. sehingga, bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat[4]. Perjanjian kredit dibuat berdasarkan prinsip Character, Capacity, Capital, Collateral dan Conditio of Economic yang merupakan unsur penting untuk menganalisa apakah calon debitur bisa mendapat kredit dari bank atau tidak. Fungsi jaminan ini antara lain adalah sebagai pengaman apabila di kemudian hari debitur tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Berdasarkan Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang mengatur jaminan. Pasal 1131 menyebutkan bahwa segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa semua harta kekayaan si berhutang di jadikan jaminan bagi semua kewajibannya, yang mana hutang tersebut meliputi :
a. Benda bergerak dan tidak bergerak;
b. Benda yang sudah ada pada saat perjanjian dibuat;
c. Benda yang baru akan ada pada saat perjanjian dibuat.
Selanjutnya Pasal 1132 KUHPerdata menjelaskan bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata merupakan suatu perlindungan kepada kreditur yang bersifat umum yang artinya bahwa yang dapat dijadikan jaminan adalah semua harta debitur.
Menurut Hartono Hadisoeprapto menjelaskan yang dimaksud dengan jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewjiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan[5]. Jadi tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan kepada kreditur bahwa piutangnya akan dikembalikan oleh debitur.
Pandangan Subekti menjelaskan berkenaan dengan lembaga jaminan sebagai berikut :
karena lembaga jaminan yang baik, adalah lembaga yang dapat secara mudah membantu memperoleh kredit itu bagi pihak yang memerlukan,yang mana tidak melemahkan posisi (kekuatan) si Kreditur untuk melakukan atau meneruskan usahanya, serta dapat memberikan kepastian kepada si pemberi kredit dalam arti barang jaminan setiap waktu tersedia untuk di eksekusi,artinya jaminan tersebut dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi hutang si penerima kredit [6]
Perjanjian Jaminan merupakan salah satu perjanjian yang bersifat accesoir (tambahan) yaitu perjanjian yang selalu menyertai perjanjian pokok. sehingga perjanjian Jaminan dapat berakhir bila perjanjian pokoknya telah berakhir.
5. Jangka Waktu
Perjanjian kredit perlu ditentukan jangka waktu. Karena kredit adalah pinjaman dan akhirnya pada suatu waktu harus dikembalikan kepada penyedia kredit. Terlebih lagi untuk perbankan bahwa kredit yang diberikan itu berasal dari dana masyarakat[7].oleh karena itulah perlu dicantumkannya item jangka waktu agar setiap kreditur dapat bertanggung jawab terhadap kewajibannya.
Jika jangka waktu telah ditentukan dan penerima kredit ingkar janji, perlu ditentukan hukuman atas kelalaian itu,apakah berupa denda, bunga,biaya dan lain-lain. Sehingga penyelesaian kredit itu tidak berlarut-larut. Hal ini akan memudahkan proses penyelesaian baik dilihat dari sudut penyedia dan penerima kredit


[1] Mariam Darus Baruldzaman.Bab-bab tentang Credit Verband,Gadai dan Fiducia.Bandung: PT Citra Aditya Bahkti,1991,hal 28
[2] Hermansyah.Hukum Perbankan Nasional Indonesia.Jakarta:Kencana,2007,hal 71
[3]Djumhana.Hukum Perbankan di Indonesia.Bandung:PT Citra Aditya Bakti,2000,hal 387
[4]Mariam Darus Badrulzaman,.Aneka Hukum Bisnis.Jakarta:1994,hal 145
[5] Hadi Soeprapto,Hartono.Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan.Yogyakarta:Liberty,1984,hal 50
[6] Subekti.Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum di Indonesia.Bandung:Alumni,1982,hal 29
[7]Mariam Darus badrulzaman,.op cit,hal 146


Sumber : http://yossyfederer.blogspot.co.id/2008/10/perjanjian-kredit.html

PERJANJIAN KREDIT

MENGENAL PERJANJIAN KREDIT
Written by adminerco   

menurut Pasal 1(11) UU No.10/1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7/1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) sebagai berikut :
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kemudian yang dimaksud dengan Perjanjian Kredit adalah perjanjian pemberian kredit antara pemberi kredit dan penerima kredit”. setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Pasal 1313 Kitab UU Hukum Perdata (KUHPer) menyebutkan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Dari perjanjian tersebut timbul suatu hubungan hukum antara dua pihak pem-buatnya yang dinamakan perikatan. Hubungan hukum yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum yang dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi hak dan kewajiban secara sukarela maka salah satu pihak dapat menuntut melalui pengadilan.
Sedangkan perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak: pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang menuntut sesuatu disebut kreditor sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan disebut debitor.

Sebetulnya, istilah perjanjian kredit tidak dikenal di dalam UU Perbankan. Namun, bila ditelaah lebih lanjut mengenai pengertian kredit dalam UU Perbankan, tercantum kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam.

Kata-kata tersebut menegaskan bahwa hubungan kredit adalah hubungan kontraktual (hubungan yang berdasar pada perjanjian) yang berbentuk pinjam-meminjam. Perjanjian kredit itu sendiri mengacu pada perjanjian pinjam-meminjam. Di sisi lain, walaupun perjanjian kredit berakar dari perjanjian pinjam-meminjam tetapi ia berbeda dengan perjanjian pinjam-meminjan seperti tercantum dalam KUHPer. Pasal 1754 KUHPer Perjanjian pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
SYARAT SAH PERJANJIAN KREDIT
Karena perjanjian kredit elemen pembentuknya adalah perjanjian pada umumnya, oleh karenannya syarat sah perjanjian tersebut sama halnya dengan syarat sah perjanjian Pasal 1320 KUHPer yang menentukan 4 syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:
Unsur Subjektif
1. Sepakat;
dalam kontrak adalah PERASAAN RELA ATAU IKHLAS diantara pihak pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Selanjutnya kesepakatan dinyatakan tidak ada bila adanya suatu penipuan, kesalahan, paksaan, dan penyalahgunaan keadaan.
2. Kecakapan;
berarti orang orang yang terlibat dalam perjanjian tersebut adalah orang yang oleh hukum dapat dianggap subjek hukum, yang tidak cakap oleh hukum adalah orang yang belum dewasa, orang yang ditempatkan dalam pengawasan / pengampuan, orang yang sakit kejiwaannya.
Unsur Objektif
3. Suatu hal tertentu:
Artinya dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan;
4. Suatu sebab yang halal.
Berarti perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang – Undang lainnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Pelanggaran terhadap Unsur Subjektif berarti perjanjian tersebut dapat diminta untuk dibatalkan melalui upaya hukum dengan cara mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri. Pelanggaran terhadap Unsur Objektif berarti Perjanjian tersebut secara hukum batal dengan sendirinya (batal demi hukum), dan oleh karenanya perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan memaksa.
JENIS – JENIS KREDIT
Kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya dapat berupa :
a. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang-perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat umumnya;
b. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi daripada usahanya.
Sedangkan ditinjau dari jangka waktunya dapat berupa :
1. Kredit Jangka Pendek;
2. Kredit Jangka Menengah;
3. Kredit Jangka Panjang.

PIHAK PIHAK DALAM PERJANJIAN KREDIT
Pihak-pihak dalam perjanjian kredit antara lain :
1. Pemberi Kredit atau kreditur adalah bank atau lembaga pembiayaan lain selain bank misalnya perusahaan leasing;
2. Penerima Kredit atau debitur, yaitu pihak yang bertindak sebagai subyek hukum.
FUNGSI PERJANJIAN KREDIT
Fungsi perjanjian kredit, yaitu :
1. Sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan;
2. Sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur;
3. Sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

BENTUK PERJANJIAN KREDIT
Perjanjian kredit ada 2 bentuk, yaitu :
1. Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat diantara mereka (kreditur dan debitur) tanpa notaris;
2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil.
KOMPOSISI PERJANJIAN KREDIT
Komposisi perjanjian kredit secara umum terdiri dari 4 bagian, yaitu :
1. 1.Judul;
2. Komparisi, yaitu bagian dari suatu akta yang memuat keterangan tentang orang/pihak yang bertindak mengadakan perbuatan hukum.
3. Isi, yaitu bagian dari perjanjian kredit yang memuat hal-hal yang diperjanjikan para pihak termasuk pula Jaminan oleh nasabah debitor;
4. Penutup.
AKIBAT PERJANJIAN KREDIT
Akhibat hukum dari lahirnya suatu perjanjian kredit tidak ubahnya dengan akibat hukum terhadap lahirnya suatu perjanjian pada umumnya. secara umum hal ini menimbulkan suatu perikatan dalam bentuk hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut tidak lain adalah hubungan timbal balik dari para pihak pada perjanjian tersebut. Dengan kata lain akibat hukum dari perjanjian Kredit tersebut adalah hal yang mengikat dan memaksa terhadap pelaksanaan perjanjian kredit tersebut.
KLAUSUL KLAUSUL PERJANJIAN KREDIT YANG MEMBERATKAN NASABAH DEBITOR
Beberapa klausul-klausul dalam perjanjian kredit yang memberatkan Nasabah Debitur antara lain:
1. Kewenangan bank untuk sewaktu-waktu tanpa alasan apapun dan tanpa pemberitahuan sebelumnya secara sepihak menghentikan izin tarik kredit;
2. Bank berwenang secara sepihak menentukan harga jual dari barang agunan dalam hal penjualan barang agunan karena kredit nasabah debitur macet;
3. Kewajiban nasabah debitur untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudian oleh bank:
4. Kuasa nasabah debitur yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh bank;
5. Pencantuman klausul-klausul eksemsi yang membebaskan bank dari tuntutan ganti kerugian oleh nasabah debitur atas terjadinya kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat tindakan bank;
6. Pencantuman klausul eksemsi mengenai tidak adanya hak nasabah debitur untuk dapat menyatakan keberatan atas pembebanan bank terhadap rekeningnya.

BERAKHIRNYA PERJANJIAN KREDIT
Mengenai hapusnya atau berakhirnya perjanjian kredit mengacu pada ketentuan dalam Pasal 1381 KUHPer tentang hapusnya perikatan. Pada praktek hapusnya atau berakhirnya perjanjian kredit lebih banyak disebabkan:
1. Pembayaran;
2. Subrogasi;
adalah perpindahan hak kreditur kepada pihak ketiga yang membayar kepada kreditur. hal ini dapat terjadi karena perjanjian atau undang – undang.
3. Pembaharuan Utang atau Novasi;
4. Perjumpaan Utang atau Kompensasi.
GROSSE AKTE PENGAKUAN UTANG
Grosse akta pengakuan utang ialah suatu salinan atau kutipan (secara pengecualian) dari minuta akta (naskah asli) yang di atasnya (di atas judul akta) memuat kata-kata: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan di bawahnya dicantumkan kata-kata: Diberikan sebagai Grosse Pertama, dengan menyebut nama dari orang, yang atas permintaannya grosse itu diberikan dan tanggal pemberiannya.

Disusun dari berbagai Sumber :
- Primaironline.com
- Bantuan hukum.info

Sumber : http://www.ercolaw.com/index.php?option=com_content&view=article&id=57:mengenal-perjanjian-kredit&catid=25:the-project&Itemid=50