Dalam
KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana) hukuman dibedakan menjadi dua,
yaitu hukuman pokok dan hukuman tambahan. Pengaturan ini terdapat dalam
Pasal 10 KUHP. Yang termasuk dalam hukuman pokok yaitu:
- hukuman mati,
- hukuman penjara,
- hukuman kurungan,
- hukuman denda.
Yang termasuk hukuman tambahan yaitu:
- pencabutan beberapa hak tertentu,
- perampasan barang yang tertentu,
- pengumuman keputusan hakim.
Pengaturan
mengenai hukuman tambahan juga terdapat dalam beberapa peraturan
perundang-undangan lainnya, KUHP sendiri memang tidak membatasi bahwa
hukuman tambahan tersebut terbatas pada 3 bentuk di atas saja. Dalam UU
No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Korupsi)
misalnya, diatur juga mengenai hukuman tambahan lainnya selain dari 3
bentuk tersebut, seperti misalnya pembayaran uang pengganti yang
besarnya sama dengan harta benda yang dikorupsi, penutupan perusahaan
dll. Tambahan atas hukuman tambahan juga terdapat dalam UU No. 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam UU tersebut ditambahkan hukuman
tambahan berupa pembayaran ganti rugi.
Pada
prinsipnya memang pidana tambahan tidak dapat dijatuhkan secara berdiri
sendiri tanpa pidana pokok oleh karena sifatnya hanyalah merupakan
tambahan dari sesuatu hal yang pokok. Akan tetapi dalam beberapa hal
atas prinsip tersebut terdapat pengecualian. Dalam bukunya yang berjudul
Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya R. Sianturi
mengatakan dalam sistem KUHP ini pada dasarnya tidak dikenal kebolehan
penjatuhan pidana tambahan mandiri tanpa penjatuhan pidana pokok (hal
455), akan tetapi dalam perkembangan penerapan hukum pidana dalam
praktek sehari-hari untuk menjatuhkan pidana tidak lagi semata-mata
bertitik berat pada dapat dipidananya suatu tindakan, akan tetapi sudah
bergeser kepada meletakan titik berat �dapat dipidananya terdakwa' (hal
456). Hal inilah yang mendasari pengecualian tersebut.
Dalam
KUHP pengecualian tersebut terdapat dalam pasal 39 ayat 3 jo. Pasal 45
dan 46, serta pasal 40. Kedua pasal tersebut intinya mengatur jika
terhadap terdakwa dinyatakan bersalah akan tetapi karena atas dirinya
tidak dapat dijatuhi hukuman dengan alasan dibawah umur atau tidak waras
maka terhadap barang-barang tertentu yang terkait dengan tindak pidana
yang dilakukan dapat rampas oleh Negara.
Pengecualian
atas prinsip tersebut juga terdapat dalam beberapa aturan di luar KUHP.
Dalam UU Korupsi di pasal 38 ayat 5 dikatakan bahwa dalam
hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat
bukti yang kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana
korupsi, maka hakim atas tuntutan penuntut umum menetapkan perampasan
barang-barang yang telah disita.
Sekian, mudah-mudahan keterangan ini dapat membantu anda.
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
0 comments:
Post a Comment