January 2015 | BLOG HUKUM

Sedang Online

Thursday 15 January 2015

PERANG TIGA PULUH TAHUN SEBAGAI PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL (THE THIRTY YEARS WAR)



PERANG TIGA PULUH TAHUN SEBAGAI  PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL (THE THIRTY YEARS WAR)





Oleh :
M. Imam Wahyudi
(12300130)





UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
FAKULTAS HUKUM
TAHUN AJARAN 2014 / 2015






                                                               BAB I
PENDAHULUAN
a.     Latar Belakang
Dalam hukum internasional kita banyak menemukan istilah mengenai penjelasan pengertian hukum internasional dalam berbagai buku dan untuk pembahasan mengenai hukum internasional merupakan hukum internasional publik. Hukum internasional publik ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (internasional) adapula yang mengunakan istilah hukum antarnegara, hukum bangsa-bangsa, kita bisa menggunakan istilah tersebut untuk penyebutan dalam hukum internasional tetapi di Indonesia yang yang sering digunakan dan mendekati keyataan dan sifat dan masalah yang menjadi objek adalah hukum internasional.
Apabila hukum internasional kita ambil dalam arti luas yaitu termasuk pengertiann hukum bangsa-bangsa, dapat dikatakan bahwa sejarah hukum internasional telah tua sekali. Sebalikya jika digunakan istilah dalam arti sempit yakni hukum yang mengatur hubungan antar negara, hukum internasional baru berusia beberapa ratus tahun. Hukum internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antar negara-negara lahir dari adaya kelahiran masyarakat internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional sebagai titik lahirya negara-negara nasional yang moderen dan diambil saat  ditandatanganiya perjanjian perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun (Thirty Years War) di Eropa.
      Sesungguhya adanya hukum internasional itu menggangap keberadaan  masyarakat internasional, untuk itu perlu adaya hukum internasional yang mengaturnya sehingga masarakat internasional bisa dilindungi hak-hakya. Maka dari itu perkembangan hukum internasional ini sangat penting untuk  keberlangsungan hidup yang lebih baik bagi  masyarakat internasional dimulai dari perjanjian westphalia. Dan sampai masa sekarang ini hukum internasional semakin berkembang dan menjadi pedoman bagi masyarakat internasional untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dalam ruang lingkup nasional atau masing-masing negara, untuk itu perlunya hukum internasional dan hukum internasional sendiri harus mengikuti perkembangan masyarakat internasional yang menjadi subjek hukum internasional.

b.      Rumusan Masalah
a.      Mengapa perang tiga puluh tahun (Thirty Years War)  sebagai perkembangan Hukum Internasional?
b.      Perubahan apa yang ada setelah perjanjian westphalia?





































                                                           BAB II
                                       DATA DAN FAKTA
a.      Data
-         Gautamasutra yang berasal dari abad VI sebelum Masesi merupakan satu-satunya karya di bidang Hukum yang tertua.
-         Hukum bangsa-bangsa pada zaman India kuno sudah mengenal ketentuan yang mengatur hubungan antara raja-raja.
-         Orang Yahudi sebagaimana terbukti dari buku-buku kuno mereka, antara lain Kitab Perjanjian Lama sudah mengenal ketentuan mengenai perlakuan orang asing dan cara melakukan perang.
-         Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomat yang tinggi tingkat perkembangannnya.

b.      Fakta
-          Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi  politik yang telah terjadi karena perang di Eropa.
-         Perjanjian perdamaian itu mengakhiri untuk selama –lamaya usaha kaisar Romawi yang suci (The Holy Roman Emperor) untuk menegakkan kembali Imperium Roma yang suci.
-         Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepntingan nasional negara itu masing-masing.
-         Kemerdekaan negara Nederland, swiss dan negara-negara kecil di jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia itu.

                                               BAB III
                     ANALISA ATAU PEMBAHASAN

a.      Pembahasan  Data
Gautamasutra yang berasal dari abad VI sebelum masehi telah mengatur hubungan antara raja-raja. Pada waktu itu tidak dapat disamakan dengan hukum Internasional zaman sekarang karena belum ada pemisahan dengan agama dan soal kemasyarakatan dan negara. Hukum India kuno misalya sudah mengadakan perbedaan tegas antara combatant dan non combatant. Pada zaman kuno yang lain orang yahudi juga sudah melakukan pembeda antara orang asing dengan orangya sendiri dan bagaimana cara peperangan sudah diatur dan ada pengecualian peraturan bagi musuh bebuyutan dalam perang diperbolehkan untuk diadakan penyimpangan dari ketentuan hukum perang. Dan bagi bangsa yunani sudah mengenal aturan yang mengatur hubngan antara berbagai kumpulan manusia ialah lingkungan kebudayaan yunani yang sebagaimna diketahui hidup dalam negara-negara kota.

b.      Pembahasan  Fakta
Perdamain Westphalia dianggap sebagai peristiwa yang penting bagi perkembangan sejara hukum internasional yang dianggap sebagai suatu peristiwa yang meletakan dasar masyarakat internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Dsn tercapaiya beberapa hal :
1.      Mengakhiri perang  tiga puluh tahun, perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang di Eropa.
2.      Perjanjian perdamaian itu mengakhiri untuk selama-lamaya usaha Kaisar Romawi yang suci. (The Holy Roman Emperor) untuk menegakan kembali Imperium roma yang suci.
3.      Kemerdekaan negara Nederland, swiss dan negara-negara kecil di jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia itu.

Dengan demikian perjanjian Westphalia telah meletakan dasar bagi suatu susunan masyarakat internasional yang buruk, baik mengenai bentukya yaitu didasrkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan)  maupun mengenai hakikat negara-negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahaan kekuasaan negara dan pemerintahan dan pengaruh gereja. Akan tetapi keliru sekali jika kita menggangap perjanjian Westphalia itu sbagai peristiwa yang mencanagkan suatu zaman baru dalam sejara masyarakat internasional yang tidak ada hubunganya dengan masa lampau. Lebih tepat jika perjanjian Westphalia ini sebagai titik puncak satu proses yang sudah dimulai sejak zaman abad pertengahan dan merupakan sebuah perkembngan juga dalam perkembangan Hukum Internasional.






                                   BAB IV
                            PENUTUP
a.      Kesimpulan
1.      Hukum internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antar negara-negara lahir dari adaya kelahiran masyarakat internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional sebagai titik lahirya negara-negara nasional yang moderen dan diambil saat  ditandatanganiya perjanjian perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun (Thirty Years War) di Eropa.
2.      Perjanjian Westphalia ini sebagai titik puncak satu proses yang sudah dimulai sejak zaman abad pertengahan dan merupakan sebuah perkembngan juga dalam perkembangan Hukum Internasional.

b.      Rekomendasi
1.      Perjanjian Westphalia merupakan sejara perkembangan Hukum Internasional dan perkembangan dunia dalam berbagai sistematika kehidupan yang lebih baik. Jadi kita harus menjadikan pedoman perjanjian Westphalia sebagai perdamain bagi seluruh dunia. Jadi setiap negara harus mengedepankan perdamain karena merupakan kunci dasar bagi setiap negara di dunia dalam mengambil kebijakan. Khususya kebijakan internasional.
2.      Negara Indonesia dalam ruang lingkup internasioanal harus bersifat proaktif dalam hal perdamain dunia. Dan harus mempuyai pagar-pagar yurdis dalam pengamanansehingga terwujudya keseimbangan keamanan dalam ruang lingkup nasional maupun Internasional.


Dafta Pustaka
Buku :
-         Kusumaaatmadja, Mocthar Pengantar hukum Internasional, P.T Alumni banding 2010
-         Gautama, Sudargo, Segi-segi Hukum Internasional pada nasionalisasi di Indonesia, Cet. II



HAKI (HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL)

biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

RUANG LINGKUP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

Pertanyaan :
Bagaimana pengetahuan dasar dan dasar hukum mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang diantaranya Hak Cipta.
dari Suko Raharjo

Jawaban :
Hukum mengatur beberapa macam kekayaan yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum.
Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu :
(1) Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan telekominukasi dan informasi, dan sebagainya;
(2) Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko, dan pabrik;
(3) Benda tidak berwujud, seperti paten, merek, dan hak cipta.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud. Berbeda dengan hak-hak kelompok pertama dan kedua yang sifatnya berwujud, Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebaginya yang tidak mempunyai bentuk tertentu.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris intellectual property right. Kata "intelektual" tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the creations of the human mind) (WIPO, 1988:3).
Ruang Lingkup Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang memerlukan perlindungan hukum secara internasional yaitu :

1. hak cipta dan hak-hak berkaitan dengan hak cipta;
2. merek;
3. indikasi geografis;
4. rancangan industri;
5. paten;
6. desain layout dari lingkaran elektronik terpadu;
7. perlindungan terhadap rahasia dagang (undisclosed information);
8. pengendalian praktek-praktek persaingan tidak sehat dalam perjanjian lisensi.

Pembagian lainnya yang dilakukan oleh para ahli adalah dengan mengelompokkan Hak Atas Kekayaan Intelektual sebagai induknya yang memiliki dua cabang besar yaitu :
1. hak milik perindustrian/hak atas kekayaan perindustrian (industrial property right);
2. hak cipta (copyright) beserta hak-hak berkaitan dengan hak cipta (neighboring rights).
Hak cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta, yaitu "seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi".
Perbedaan antara hak cipta (copyright) dengan hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta (neighboring rights) terletak pada subyek haknya.
Pada hak cipta subyek haknya adalah pencipta sedangkan pada hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta subyek haknya adalah artis pertunjukan terhadap penampilannya, produser rekaman terhadap rekaman yang dihasilkannya, dan organisasi penyiaran terhadap program radio dan televisinya. Baik hak cipta maupun hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta di Indonesia diatur dalam satu undang-undang.
Paten diberikan dalam ruang lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri. Di samping paten, dikenal pula paten sederhana (utility models) yang hampir sama dengan paten, tetapi memiliki syarat-syarat perlindungan yang lebih sederhana. Paten dan paten sederhana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Paten (UUP).
Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk (barang dan atau jasa) tertentu dengan yang lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga kualitas, dan melindungi produsen dan konsumen.
? Indikasi geographis merupakan tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis, termasuk alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut yang memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Jadi, disamping tanda berupa merek juga dikenal tanda berupa indikasi geografis berkaitan dengan faktor tertentu. Merek dan indikasi geografis di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Merek (UUM).

Pengertian
1. HAK CIPTA
Hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 ayat 1 UUHC).
? Dikatakan hak khusus atau sering juga disebut hak eksklusif yang berarti hak tersebut hanya diberikan kepada pencipta dan tentunya tidak untuk orang lain selain pencipta.
Hak khusus meliputi :
a. hak untuk mengumumkan;
b. hak untuk memperbanyak.

Pengaturan hak cipta diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 jo Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997.

Pendaftaran hak cipta
Pendaftaran hak cipta bukanlah merupakan persyaratan untuk memperoleh perlindungan hak cipta (pasal 5 dan pasal 38 UUHC). Artinya, seorang pencipta yang tidak mendaftarkan hak cipta juga mendapatkan perlindungan, asalkan ia benar-benar sebagai pencipta suatu ciptaan tertentu. Pendaftaran bukanlah jaminan mutlak bahwa pendaftar sebagai pencipta yang dilindungi hukum. Dengan kata lain Undang-Undang Hak Cipta melindungi pencipta, terlepas apakah ia mendaftarkan ciptaannya atau tidak.

2. PATEN
Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Undang-undang Paten).
Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi yang berupa :

a. proses;
b. hasil produksi;
c. penyempurnaan dan pengembangan proses;
d. penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
Pengaturan Paten diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 atau Undang-Undang Paten (UUP) saja.

Pemberian Paten
Penemuan diberikan Paten oleh negara apabila telah melewati suatu proses pengajuan permintaan paten pada Kantor Paten (Departemen Kehakiman Republik Indonesia di Jakarta).
Penemuan yang tidak dapat dipatenkan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Paten, yaitu :
a. Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan.
b. Penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut.
c. Penemuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.

3. MEREK
Tanda yang berupa gambar, nama,kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek).

Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Sedangkan Merek jasa yaitu merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.

Pengaturan Merek diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 atau dapat juga disingkat Undang-Undang Merek (UUM).

Pendaftaran Merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kantor Merek.
Unsur-unsur yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut Pasal 5 Undang-Undang Merek yaitu :
a. Tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
b. Tanda yang tidak memiliki daya pembeda.
c. Tanda yang telah menjadi milik umum.
d. Tanda yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran. 


• Konsepsi Dasar HKI

Hasil olah fikir manusia yang diwujudkan secara nyata dapat menghasilkan suatu karya yang dikenal dengan kekayaan intelektual. Kekayaan intelektual ini pada prinsipnya dapat memberikan manfaat ekonomi bagi pemegangnya. Agar manfaat ekonomi ini tidak disalahgunakan oleh pihak lain. Apalagi penyalahgunaan manfaat ekonomi dapat merugikan dan cenderung digunakan secara melawan hokum, maka perlu ada ketentuan yang menegaskan bahwa pemegangnya memiliki hak eksklusif/monopoli.

Saat ini ketentuan hokum yang memberikan hak eksklusif atau monopoli ini dikenal sebagai hak kekayaan intelektual. Hak kekayaan intelektual secara konseptual adalah hak hokum yang diberikan atas hasil kreasi intelektual (kekayaan intelektual) yang telah diwujudkan secara nyata. Hak hukum ini menimbulkan hak monopoli berupa; hak untuk menggunakan sendiri, hak untuk memberikan izin dan mengalihkan hak tersebut kepada orang lain, dan hak untuk melarang orang lain menggunakan hak tersebut.

Hak kekayaan intelektual sendiri sebagai hak hokum terbagi menjadi dua bagian, yakni; hak cipta (copyrights) dan hak milik perindustrian (industrial property rights). Khusus untuk hak milik perindustrian terbagi menjadi beberapa bagian, yakni; paten, merek, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, indikasi geografis. Mengingat hak kekayaan intelektual terbagi dalam beberapa bagian sebagaimana diuraikan tadi ternyata hal ini berimplikasikan pada lingkup pemberian hak hokum atas kekayaan intelektual.

Di Indonesia, kekayaan intelektual berupa seni, sastra dan ilmu pengetahuan diberikan hak hokum berupa hak cipta (UU No. 19 Tahun 2002); untuk kekayaan intelektual berupa temuan di bidang teknologi baik berupa produk atau proses atau pengembangan atau penyempuraan produk atau proses diberikan hak hokum berupa paten (UU No. 14 Tahun 2001); untuk logo/symbol dagang sebagai kekayaan intelektual diberikan hak hokum berupa merek (UU No. 15 Tahun 2001); untuk kekayaan intelektual berupa kreasi bentuk, konfigurasi dan komposisi dua dimensi atau tiga dimensi yang mempunyai nilai estetika diberikan hak hokum berupa desain industri (UU No. 31 Tahun 2000), sedangkan kekayaan intelektual berupa informasi bisnis/teknologi yang mempunyai nilai ekonomi diberikan hak hokum berupa rahasia dagang (UU No. 30 Tahun 2000).
 
  • http://pusathki.uii.ac.id/artikel/artikel/relevansi-hak-kekayaan-intelektual-untuk-usaha-kecilmenengah-ukm.html
  • http://119.252.161.174/pengertian-hak-kekayaan-intelektual/
  •  http://asiamaya.com/konsultasi_hukum/haki/lingkup_haki.htm

MAKALAH KEIMIGRASIAN



TUGAS MAKALAH KEIMIGRASIAN
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006














UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
FAKULTAS HUKUM
TAHUN AJARAN 2014 / 2015




KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas hukum kewarganegaraan yang berjudul “status hukum kewarganegaraan anak pasca undang-undang nomor 12 tahun 2006”.

Shalawat dirangkai salam kita limpahkan keharibaan baginda Agung Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju ke era globalisasi seperti yang kita rasakan pada saat ini, sehingga kita bisa membedakan mana yang sah dan mana yang fatal.

Penulis menyadari bahwa bahwa banyak terdapat kesalahan dan kekurangan di dalam tugas ini.  “Innal Insana Wa Khoto ‘Iwan Nisyan”.  Sesungguhnya manusia itu adalah tempatnya kesalahan dan lupa.  Oleh karena itu penulis sangat mengharap partisipasi dari rekan-rekan mahasiswa untuk ikut menyumbang fikiranya.  Demikian dari penulis dan terimakasih.




                                                                                                                              











BAB I
PENDAHULUAN

Sebagaimana diketahui bahwa manusia pada hakekatnya tidak dapat melakukan hidup sendiri tanpa bantuan atau dukungan orang lain. Artinya dalam melaksanakan kehidupannya, manusia mempunyai ketergantungan satu sama lain. Demikian pula dalam konteks masyarakat yang lebih, tidak tepas dari pergaulan hidup yang dilakukan oleh masyarakat sebagai suatu proses interaksi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam pergaulan itu, seseorang akan menemukan aturan-aturan yang harus dipakai masyarakat maupun dalam berinteraksi satu sama lain. Hal ini biasanya bertitik tolak pada norma-norma yang hidup dalam masyarakat dan norma-norma itu memberikan acuan tentang cara bersikap dan berperilaku, sehingga terjadi harmonisasi dalam masyarakat.
Norma-norma yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat mempunyai banyak ragamnya dan salah satu yang sangat penting adalah norma hukum, disamping norma agama, norma susila, dan norma kesopanan. Norma hukum itu mengatur hampir seluruh segi kehidupan masyarakat, baik secara sistematis yang dibukukan maupun tidak dibukukan, tetapi norma hukum itu dipakai untuk mengatur lalu lintas kehidupan. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan hukum tidak selalu dapat menjawab dan mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, sebab pada kenyataannya hukum selalu tertinggal dari pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Menurut Lawrence M Friedmann bahwa hukum mengikuti perubahan sosial dan menyesuaikan dengan perubahan itu.
Sebuah masyarakat maupun bangsa bukanlah sesuatu yang statis, melainkan sebuah proses yang terus-menerus tumbuh dan berkembang. Apabila suatu masyarakat atau Negara yang tidak berubah, maka akan tertinggal oleh bangsa lain. Justru melalui perubahan akan semakin maju dan berkembang bangsa tersebut.
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa dalam setiap proses perubahan senantiasa akan dijumpai faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan, baik yang berasal dari luar masyarakat tersebut. Akan tetapi yang lebih penting identifikasi terhadap faktor-faktor tersebut mungkin mendorong terjadinya perubahan atau bahkan menghalanginya. Beberapa faktor yang mungkin mendorong terjadinya perubahan adalah contoh dengan kebudayaan atau masyarakat lain, sistem pendidikan yang maju.
Perubahan sosial dalam suatu masyarakat di dunia ini merupakan suatu hal yang normal, yang tidak normal justru apabila dalam masyarakat tidak ada perubahan. Demikian juga dengan hukum yang dipergunakan suatu bangsa, merupakan pencerminan dari kehidupan sosial suatu masyarakat yang bersangkutan. Hukum sebagai tatanan kehidupan masyarakat akan mengatur lalu lintas pergaulan antar masyarakat. Dengan terjadinya pergaulan antar masyarakat tersebut, maka kehidupan sosialnya akan ikut berubah dan berimplikasi pada perubahan hukum dalam masyarakatnya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat akan membawa konsekuensi pada perubahan hukum dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena kehidupan masyarakat terus berubah sesuai dengan perkembangan jaman, maka berubah pula budaya masyarakat di suatu tempat yang pada akhirnya diikuti dengan perubahan hukum.
Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat telah mempengaruhi terhadap tatanan hukum yang ada pada suatu negara termasuk Indonesia. Akibat dari interaksi sosial budaya masing-masing negara tersebut, hukum yang ada sudah tidak menampung dan dan tidak mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi negara. Oleh karena itu untuk mengakomodir terhadap interksi sosial budaya, maka diperlukan terutama hukum baru yang dapat menyelesaikan perubahan sosial.














BAB II
PERMASALAHAN
1.      Bagaimanakah status hukum kewarganegaraan anak hasil perkawinan orang tuanya  yang berbeda kewarganegaraan, dengan adanya ketentuan yang baru tersebut didasarkan pada permasalahan status kewarganegaraan anak hasil perkawinan yang berbeda kewarganegaraan?
2.      Dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006, pengaturan mengenai anak lahir diluar perkawinan yang sah semata-mata hanya untuk memberikan perlindungan terhadap anak tentang status kewarganegaraan.























BAB III
PEMBAHASAN

Permasalahan status kewarganegaraan merupakan sesuatu yang sangat fundamental yang harus dimiliki oleh setiap warganegara. Dengan dimilikinya status kewarganegaraan akan mempunyai kepastian hukum dalam melakukan aktifitasnya
Dalam ketentuan perundang-undangan tentang kewarganegaraan yang lama, persoalan status anak telah menjadi persoalan yang krusial karena dalam kaitan dengan perkawinan antar warganegara, anak hasil perkawinan tersebut mengikuti kewarganegaraan ayahnya. Hal ini tidak terlepas dari masih adanya perlakuan yang diskriminatif terhadap perempuan terutama dalam menentukan kewarganegaraan hasil perkawinan campuran, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 10 ayat (1) UU No. 62 tahun 1958 tentang kewarganegaraan yaitu perempuan dalam perkawinan campuran tidak berhak ikut menentukan warganegara anak yang dilahirkan.
Maka atas dasar pertimbangan tersebutlah Pemerintah mengganti Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958 jo Undang-Undang Nomor 3 tahun 1976 tentang Kewarganegaraan dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006.
Dalam undang-undang tersebut pengaturan status kewarganegaraan menjadi sangat jelas dan memberikan kemudahan bagaimana orang yang ingin menjadi warganegara Republik Indonesia.
Dalam Bab II Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan diatur mengenai warga Negara, antara lain warga Negara adalah :
- anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia;
-     anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
-     anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu warga negara Indonesia;
-     anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara Indonesia, tapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 juga mengatur status anak warga negara Indonesia yang lahir di luar perkwainan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing, tetapi diakui sebagai warga negara Indonesia. Juga terhadap anak warga negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan, tetapi diakui sebagai warga negara Indonesia.
Dalam hal status kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagian yang diwariskan terdahulu, berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Untuk memilih kewarganegaraan dimaksud yang bersangkutan, hanya diwajibkanmembuat pernyataan secara tertulis dan disampaikan kepada pejabat yang terkait dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006, pemerintah berusah memenuhi tuntutan masyarakat, dalam rangka memperoleh status kewarganegaraan seseorang, yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Karena secara sosiologis, undang-undang kewarganegaraan yang lama (Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958 jo Undang-Undang Nomor 3 tahun 1976) sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Internasional dalam pergaulan global, yang menghendaki adanya persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender.
Di dalam undang-undang kewarganegaraan yang baru (Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006) berusaha mengikuti tuntutan masyarakat dan melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar dengan memperhatikan asas-asas kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli dan campuran.
Adapun Asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 ini sebagai berikut :
  1. asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran;
  2. asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang;
  3. asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang;
  4. asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006, pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipartide) ataupun tanpa kewarganegaraan (apartide).
Selain asas-asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar penyusunan undang-undang tentang kewarganegaraan antara lain, asas kepentingan, asas perlindungan maksimum, asas persamaan di dalam hokum dan pemerintahan, asas kebenaran substantive, asas non diskriminatif dan sebagainya.
Dengan berlakunya undang-undang ini, terjadi perubahan hukum khususnya pengaturan mengenai kewarganegaraan Republik Indonesia, dari yang tadinya seseorang ingin menjadi warga negara Indonesia harus mengajukan permohonan kepada Presiden melalui Pengadilan Negeri setempat, kemudian melalui Menteri Hukum dan HAM, dan seterusnya, yang memerlukan waktu lama dan banyak persoalan. Sedangkan dalam undang-undang kewarganegaraan yang baru seseorang yang ingin menjadi warga negara Republik Indonesia hanya membuat pernyataan secara tertulis, untuk memilih kewarganegaraannya dan disampaikan kepada Pejabat yang berwenang.
 Tata Cara Pendaftaran Bagi anak Untuk Memperoleh Kewarganegaraan RI

Anak yang dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh kewarganegaraan RI adalah:
  • anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu WNA;
  • anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI;
  • anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin;
  • anak yang dilahirkan di luar wilayah negara RI dari seorang ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
    anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum menikah diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaan asing;
  • anak WNI yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan.
Berdasarkan Pasal 41 UU No. 12 tahun 2006 ini, anak-anak yang termasuk dalam kategori di atas yang lahir sebelum UU ini diundangkan (sebelum 1 Agustus 2006) dan belum berusia 18 tahun atau belum menikah dapat memperoleh kewarganegaraan RI dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui pejabat atau Perwakilan RI paling lambat 4 (empat) tahun setelah UU ini berlaku. Tata cara pendaftaran sebagaimana tercantum dibawah ini. Sedangkan, anak-anak yang termasuk dalam kategori di atas yang lahir setelah UU ini diundangkan (setelah 1 Agustus 2006) dapat langsung mengajukan permohonan kewarganegaraan/pembuatan paspor RI ke Perwakilan RI.
cara pendaftaran:
-          pendaftaran dilakukan oleh salah satu orang tua atau walinya dengan mengajukan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup.
-          permohonan pendaftaran bagi anak yang bertempat tinggal di luar negeri diajukan kepada Menteri melalui Kepala Perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak.
-          permohonan pendaftaran sekurang-kurangnya memuat:
  • nama lengkap, alamat tempat tinggal salah seorang dari orang tua atau wali anak;
  • nama lengkap, tempat dan tanggal lahir serta kewarganegaraan kedua orangtua;
  • nama lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan anak serta hubungan hukum kekeluargaan anak dengan orang tua, dan
    kewarganegaraan anak.
-          permohonan pendaftaran dilampiri dengan:
  • fotokopi akte kelahiran anak yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan RI,
    surat pernyataan dari orang tua atau wali bahwa anak belum menikah;
  • fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor orang tua anak yang masih berlaku yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan RI;
  • pas foto anak terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 6 (enam) lembar;
  • bagi anak yang lahir dari perkawinan yang sah harus melampirkan fotokopi kutipan akte perkawinan/buku nikah atau kutipan akte perceraian/surat talak/perceraian atau keterangan /kutipan akte kematian salah seorang dari orang tua anak yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan RI;
  • bagi anak yang diakui atau yang diangkat harus melampirkan fotokopi kutipan akte pengakuan atau penetapan pengadilan tentang pengangkatan anak yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan RI;
  • bagi anak yang sudah berusia 17 tahun dan bertempat tinggal di wilayah negara RI harus melampirkan fotokopi kartu tanda penduduk WNA yang disahkan oleh pejabat yang berwenang; dan
  • bagi anak yang belum wajib memiliki kartu tanda penduduk yang bertempat tinggal di wilayah negara RI melampirkan fotokopi kartu keluarga orang tua yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
-          permohonan pendaftaran menggunakan bentuk formulir sebagaimana terlampir (formulir pendaftaran anak untuk memperoleh kewarganegaraan RI).
-          waktu pemrosesan kurang lebih 4 bulan terhitung sejak permohonan pendaftaran beserta lampirannya diajukan kepada Perwakilan RI.
-          biaya pendaftaran Rp 500.000 (sesuai PP No. 19 Tahun 2007).








DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia;
C.S.T Kansil, Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992),
http/ms.wikipedia.org/wiki/kewarganegaraan/file://C:\Documents%20and%20Settings\RE%20&%20PARTNERS\My%20Documents\ke.2/6/2009
Koernaiatmanto Soetoprawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia , (Jakarta: Gramedia, 1996),