December 2014 | BLOG HUKUM

Sedang Online

Saturday 27 December 2014

ANALISA UNDANG-UNDANG DARI SEGI BAHASA INDONESIA



ANALISA PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG  NO 22 TAHUN 1997 DENGAN UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DILIHAT DARI SEGI PILIHAN KATA DAN KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA

M. Imam Wahzudi ( 12300130)
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya


ABSTRAK
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan dan merupakan bahasa yang mempersatukan bangsa indonesia menjadi negara yang kuat dalam hal persatuan dan kesatuan, sehingga diperlukanya bahasa yang baik dan benar guna menjaga keutuhan NKRI guna meyelengarakan pemerintahan khususya dalam hal legalitas harus mengunakan bahasa yang mudah difahami dan dimengerti oleh penegak hukum ataupun  setiap masyarakat indonesia, jika dikaitkan dengan  penggunakan kata dalam pembuatan peraturan perundang-undangan harus mengunakan kata kata baku yang jelas, singkat, dan lugas. Jika dalam Kalimat merupakan suatu bahasa yang sangat penting dalam penyampaian ide atau gagasan dan merupakan sarana penyampaian tujuan yang lengkap dan utuh, jika dikaitkan dalam pembuatan peraturan perundang- undangan merupakan unsur yang penting dalam pemilihan kalimat dalam setiap isi peraturan perundang-undangan khususya dalam setiap pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang.
Kata Kunci : persatuan, legalitas, penegak hukum, perudang-undangan

PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan dan merupakan bahasa yang menduduki tempat terkemuka. Apa yang mendasarinya, yang  pertama, sebagai terdapat dalam ikrar sumpah pemuda  kedua, dalam UUD 1945 ada pasal yang khusus bahwa “bahasa negara adalah bahasa Indonesia.”  Bagi bangsa indonesia bahasa indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasianal, alat yang memugkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dan latar belakang sosial, budaya, dan bahasa kedalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
Dalam pelaksanaan sudahkah kenyataanya bahwa bahasa indonesia sudah ditempatkan yang pertama untuk setiap kegiatan penyelengaraan pemerintahan khususya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan  dan juga dalam penggunaan kata, kalimat tampakya banyak yang belum sesuai dengan ilmu bahasa indonesia  yang baik dan benar sehingga diharapkan peraturan yang dibentuk oleh pemerintah dan lembaga legislatif bisa di pahami dengan mudah dan tidak multitafsir ketika masyarakat indonesia membaca peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah bersama dengan lembaga legislatif.
Dalam sistematika  pembentukan peraturan perundang-undangan di indonesia  sebenarya sudah di atur dalam Undang-undang nomer 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.  Tetapi belum ada peraturan khusus dalam penggunaan kata dan kalimat untuk pembuatan peraturan perundang-undangan. Sehingga diperlukan keahlian khusus dalam penyususan kata,kalimat,ejan yang baik dan benar dalam perumusan pasal per pasal karena dalam Undang-undang nomer 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan disebutkan bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan khususya isi dalam pasal harus  harus disusun secara singat,jelas dan lugas dalam Undang-undang nomer 12 tahun 2011 Lamiran II nomer 77.  
Perbandingan undang-undang tentang Narkotika antara yang lama no 22 tahun 1997 dengan yang terbaru no 35 tahun 2009 selalu memiliki perbedaan jika dilihat dari segi aspek kebahasaan. Jika di bandingkan undang-undang yang lama, undang-undang terbaru memiliki ejaan, kata, dan bahasa yang di cantumkan lebih jelas dipahami hal ini disebabkan karena undang-undang yang lama telah mengalami pengkajian ulang sehingga menjadi undang-undang terbaru.
Dalam pembuatan peraturan perundang-undangan khususya dalam penggunaan kata dan kalimat dalam setiap peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah bersama dengan DPR harus benar- benar diperhatikan karena jika dalam penyusunan kata dan kalimat dalam undang-undang mengakibatkan peraturan tersebut multitafsir dan bahkan tidak bisa difahami maka sangat berbahaya bagi penegak hukum lebih khususya masyarakat yang akan mendapatkan kerugian dari ketidak jelasan dalam peraturan perundang-undangan, oleh sebab itu perluya ahli bahasa indonesia harus dilibatkan dalam penysunan peraturan perundang-undangan sehinga yang menjadi tujuan peraturan perundang-undngan  yang dibentuk bisa mudah difahami dan diterapkan dalam masyarakat.
PEMBAHASAN
Bahasa Indonesia hukum yang berfungsi sebagai alat atau sarana untuk menyampaikan informasi. Oleh karena bahasa Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa Indonesia. Kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia hukum juga berlaku dalam bahasa Indonesia hukum, hanya saja antara bahasa hukum dan bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri yang tegas yang berfungsi sebagai pembeda yaitu yang mencakup dengan konsep bahasa itu sendiri. Sedangkan Bahasa hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan untuk mempertahankan kepentingan pribadi dalam masyarakat. Bahasa hukum sebagian bagian dari bahasa Indonesia modern maka penggunaannya harus tetap.
Di dalam bahasa indonesia terdapat aspek kebahasaan, aspek kebahasaan ini meliputi:
Ejaan yang dalam pengertiannya yaitu Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb) dengan kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai makna. Ejaan biasanya memiliki tiga aspek yaitu
  1. aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad
  2. aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis
  3. aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.
Kata atau ayat adalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan terdiri dari satu atau lebih morfem. Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa atau dengan beberapa afiks. Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa, klausa, atau kalimat.
Kalimat adalah satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran yang utuh, baik dengan cara lisan maupun tulisan. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Sedangkan dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?) dan tanda seru (!). Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki sebuah subjek (S) dan sebuah predikat (P). Kalau tidak memiliki kedua unsur tersebut, pernyataan itu bukanlah kalimat melainkan hanya sebuah frasa. Itulah yang membedakan frasa dengan kalimat.  
Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki. Dari pengertian tersebut sesuai perbandingan dari Undang-undang no 22 tahun 1997 dengan undang-undang no 35 tahun 2009 dapat digolongkan menurut aspek kebahasaan sebagai berikut
Pilihan kata yang tepat dalam analisa Undang-undang no 22 tahun 1997 dengan undang-undang no 35 tahun 2009
Pasal
Kategori
UU no 22 tahun 1997
UU no 35 tahun 2009 yang harus  diperbaiki
78
86(2)
Ejaan
Ejaan 
Ijin
/
Izin
atau


77(2)
78(1)
78(1)
78(2)
81
82(1)
82(1)
82(1)

82(1)
86(1)
86(2)
86(2)
86(2)
86(2)
111(1)
111(1)
111(1)
111(1)
111(1)
111(1)
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129


Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
Kata

Kata
Kata
Kata
Kata
Kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata
kata

yg
lakukan
sadap
minta
lahgun
edar
PPNS
UU
KUHAP

TP
peroleh
info
ranc
org
pahami
tanam
pelihara
miliki
simpan
kuasai
sediakan
prod
ekspor
impor
salurkan
tawarkan
jual
beli
terima
jadi
tukar
serahkan
bawa
kirim
angkut
transito

yang
melakukan
penyadapan
meminta
Penyalahgunaan
Peredaran
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Undang-undang
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
Tindak Pidana
memperoleh
informasi
rancangan
orang
memahami
menanam
memelihara
memiliki
menyimpan
menguasai
menyediakan
memproduksi
mengekspor
mengimpor
menyalurkan
menawarkan
menjual
membeli
menerima
menjadi
menukar
menyerahkan
membawa
mengirim
mengangkut
mentrasito

153b
kalimat
UU No. 5/1997 ttg
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang

77(1)
129
makna
makna
Max
min
Paling lama
Paling singkat

Pilihan kalimat yang tepat dalam analisa Undang-undang no 22 tahun 1997 dengan undang-undang no 35 tahun 2009
Undang-undang No.22 tahun 1997 tentang Narkotika
Undang-undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika
PASAL 77
Ayat  (1)  :” Penyadapan dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yg cukup dan dilakukan max 3 bulan ”
Ayat (2) : ” Penyadapan hanya dilaksanakan atas ijin tertulis dari Ketua Pengadilan”
Ayat (3) : ” Penyadapan dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu yg sama ”

Pasal 77
(1)  Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf idilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang
cukup dan dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan diterima penyidik.
(2)  Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan.
(3)  Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.

PASAL 78 :
Ayat (1) :” Dalam keadaan mendesak dan Penyidik harus lakukan sadap, sadap dapat dilakukan tanpa ijin tertulis dari Ketua PN
Ayat (2) :” Dalam waktu max 24 jam Penyidik wajib minta ijin tertulis kepada Ketua PN mengenai sadap ”

Pasal 78
(1)  Dalam keadaan mendesak dan Penyidik harus melakukan
penyadapan, penyadapan dapat dilakukan tanpa izin tertulis dari ketua pengadilan negeri lebih dahulu. 
(2)  Dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam Penyidik wajib meminta izin tertulis kepada ketua pengadilan negeri mengenai penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
PASAL 81 :

“Penyidik Polri dan Penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap lahgun dan edar gelap Narkotika dan Prekursor narkotika ”

Pasal 81
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik
BNN berwenang  melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika berdasarkan Undang-Undang ini.

PASAL 82 (1) :
PPNS tertentu sebagaimana dimaksud dalam UU tentang KUHAP berwenang melakukan penyidikan tehadap TP lahgun narkotika dan prekursor narkotika ”

Pasal 82
(1)  Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor
Narkotika.

PASAL 86 :
Ayat (1) :” Penyidik dapat peroleh alat bukti selain sebagamana dimaksud dalam UU tentang HAP”
Ayat (2) :” Alat bukti sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa:
  1. a. Info yg diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optic / yg serupa dengan itu
  2. b. Data rekaman/info yang dpt dilihat, dibaca dan atau didengar  yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang diatas kertas, benda  fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1.  tulisan, suara dan atau gambar
2.  peta, ranc, foto atau sejenisnya
3.  huruf, tanda, angka, simbol, sandi atau perforasi  yg miliki makna dpt dipahami oleh org yg mampu membaca / pahami
Pasal 86
(1)  Penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana.
(2)  Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: 
a.  informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu; dan
b.  data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,
dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupun
yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1.  tulisan, suara, dan/atau gambar;
2.  peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau
3.  huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang
yang mampu membaca atau memahaminya.

PASAL 111
Ayat  (1):” Setiap org yg tanpa hak atau melawan hukum tanam, pelihara, miliki, simpan, kuasai atau sediakan narkotika Gol I dlm btk tanaman dipidana dengan pidana penjara min 4 tahun dan max 12 tahun dan denda min Rp.800 juta max Rp. 8 M ”
Pasal 111
(1)  Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
menanam,memelihara,memiliki,menyimpan, menguasai,atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana  penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah).

PASAL 129 :
 Dipidana penjara min 4 th dan max 20 th dan denda max Rp 5 M setiap org yg tanpa hak atau melawan hkm :
  • Huruf a : ” miliki, simpan, kuasai atau sediakan prekursor narkotika utk buat narkotika ”
  • Huruf b :” prod, impor, ekspor, atau salurkan prekursor narkotika utk pembuatan narkotika ”
  • Huruf c : ” tawarkan utk dijual, jual, beli, terima, jadi perantara dalam jual beli, tukar,atau serahkan prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika ”
  • Huruf d :” bawa, kirim, angkut, atau transito prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika ”

Pasal 129
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar  rupiah) setiap orang
yang tanpa hak atau melawan hukum:
a.memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan
Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
c.menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi  perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan
Narkotika;
d.membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.
PASAL 148 :
” Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam UU ini tidak dibayar oleh pelaku, pelaku dijatuhi pidana penjara max 2 tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar
Pasal 148
Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika, pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar.
PASAL 153  huruf b :
” Dengan berlakunya Undang-undang ini Lampiran mengenai Psikotropika Gol I dan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran UU No. 5/1997 ttg Psikotropika yg tlh dipindahkan menjadi Narkotika Gol I menurut Undang-undang ini”

Pasal 153
Dengan berlakunya Undang-Undang ini:
b.Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


PENUTUP
Kesimpulan
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan dan merupakan bahasa yang mempersatukan bangsa indonesia menjadi negara yang kuat dalam hal persatuan dan kesatuan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dilandasi oleh Idiologi Pancasila dan UUD 1945 serta peraturan-peraturan yang lain yang melindungi dan menjamin hak-hak warga negaara indonesia untuk mendapatkan keamanan, kesejahteraan dan keadilan guna terwujudya cita-cita bangsa indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang- undang Dasar 1945 alenia ke empat.  Kegunaan bahasa indonesia begitu penting dalam berbagai aspek  khususya dalam perumusan pembuatan peraturan perundang-undang yang berisi pasal-pasal, penggunaan kata dan kalimat merupakan bagian  penting yang harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa indonesia yang baik dan benar.
penggunakan kata dalam pembuatan peraturan perundang-undangan harus mengunakan kata yang jelas, singkat, lugas dan kata yang baku. Jika dalam Kalimat merupakan suatu bahasa yang sangat penting dalam penyampaian ide atau gagasan dan merupakan sarana penyampaian tujuan yang lengkap dan utuh, jika dikaitkan dalam pembuatan peraturan perundang- undangan merupakan unsur yang penting dalam pemilihan kalimat dalam setiap isi peraturan perundang-undangan khususya dalam setiap pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang sehingga apa yang menjadi tujuan dibentukya peraturan perundang-undangan bisa difahami dan dimengerti selanjutya dapat dilaksanakan apa yang menjadi perintah dan larangan, tugas dan wewenag yang tertang dalam pasal atau ayat dalam peraturan perundang-undangan.

Rekomendasi
       Agar tidak terjadi salah tafsir dalam peraturan perundang-undangan pemerintah bersama DPR RI ketika membentuk peraturan perundang-undngan atau peraturan lainya, seperti UUD 1945, TAP MPR, UU/PERPU, PP, PERPRES, PERDA Provinsi, kab/kota harus melibatkan akademisi yang merupakan ahli dalam bidang bahasa indonesia. Jika isi dalam peraturan perundang-undangan masyarakat dapat memahami dan mengerti  dengan jelas,singkat dan lugas diharapkan masyarakat dapat berperan akrif dalam melaksanakan atau menjaga isi dari perturan yang sudah dibntuk oleh pemerintah. Sehingga yang menjadi tujuan dibentukya peraturan perundang-undangan bisa diwujudkan dalam implementasi kehidupan di masyarakat dikarenakan masyarakat bisa memahami dan mengerti bahasa hukum dalam peraturan perundang-undangan.

DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Ahmadi, Anas, dkk 2011 Menulis ilmiah: Buku Ajar MPK Bahasa Indonesia. Surabaya: Unesa University Press.

Peraturan perundang-undangan :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Undang-undang no 22 tahun 1997 dengan undang-undang no 35 tahun 2009
Undang-Undang Nomer 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.